Google dinobatkan oleh Greenpeace sebagai perusahaan terdepan dalam penerapan teknologi yang ramah lingkungan. Pencapaian tersebut menggeser perusahaan besar di bisnis jaringan, Cisco.
Lembaga kampanye lingkungan ini mengatakan Google telah naik ke puncak klasemen berkat investasi unggulan di proyek energi terbarukan. Selain itu, Google memberikan dukungan yang vokal untuk kebijakan energi AS yang bersih dan upaya Uni Eropa guna meningkatkan ambisi mencapai target perubahan iklim.
Menariknya, Greenpeace tidak memasukkan Apple dalam kriteria ini. “Apple tidak menunjukkan kepemimpinan dalam mendorong solusi energi IT, seperti banyak perusahaan lain, meski rekor keuntungan dan cadangan kas mereka besar,” kata Greenpeace dalam pernyataannya.
Facebook juga belum masuk dalam daftar itu. Tapi, Greenpeace mengonfirmasi bahwa Facebook akan masuk dalam daftar ini tahun depan, setelah situs jejaring sosial raksasa itu mengumumkan keikutsertaan dalam kampanye energi terbarukan pada akhir tahun lalu.
Analisis dari Greenpeace Internasional IT, Gary Cook, mengatakan bahwa 21 peringkat perusahaan global teknologi menyoroti peran krusial perusahaan IT dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.
“Teknologi besar mempunyai kesempatan nyata untuk menggunakan kekuatan mereka dan pengaruh untuk mengubah bagaimana memproduksi serta menggunakan energi,” ujarnya.
Cook mengatakan, Google menjadi pemuncak karena menyisihkan uangnya untuk memompa investasi energi terbarukan.
“Sektor TI mungkin ingin mempertimbangkan pikiran ke depan, tetapi itu sangat tak terdengar. Sementara itu, industri energi kotor terus menggunakan pengaruh yang tidak semestinya pada proses politik dan pasar keuangan,” katanya.
Dalam peringkat, Google mengalahkan Cisco yang turun di peringkat kedua, dan Ericsson serta Fujitsu berada di posisi ketiga.
Dell juga menuai pujian, karena lebih dari seperlima energinya untuk energi terbarukan. Sementara itu, perusahaan telekomunikasi Jepang, Softbank, juga disoroti berkat perannya dalam permintaan pergantian ke arah tenaga terbarukan setelah bencana Fukushima.
Perusahaan bisnis software raksasa, Oracle, menerima peringkat terendah dalam daftar perusahaan, terutama dalam hal menolak untuk menyampaikan informasi penggunaan energi karbon maupun energi terbarukan.
Cook terus mendesak perusahaan IT untuk menggunakan status mereka sebagai inovator, agar mengatur investasinya dalam teknologi terbarukan dalam model bisnis mereka.
“Industri IT harus menggunakan pengaruhnya, semangat inovasi, dan mengetahui teknologi bagaimana untuk mengatasi perusahaan energi kotor yang mempertahankan statusnya,” ucap Cook. “Banyak perusahaan yang banyak bicara, tapi sejauh ini sedikit aksi.”